DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................ 1
KATA
PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR
ISI....................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang………………………………………………………………………4
B. Rumusan
masalah…………………………………………………………………...4
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hadits Maudhu’…………………………………………………………5
B.
Sejarah
perkembangan Hadits Maudhu’…………………………………………....5
C.
Faktor penyebab
munculnya Hadits Maudhu’……………………………………...6
D.
Ciri-ciri atau
Karakteristik Hadits Maudhu’………………………………………..7
E.
Hukum
meriwayatkan Hadits Maudhu’……………………………………………10
F.
Penanggulangan
Hadits Maudhu’………………………………………………….10
PENUTUP/KESIMPULAN……………………………………………………………….11
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………...12
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara fungsional hadits merupakan sumber hukum ke dua
setelah Al-Qur’an, selain itu hadits juga sebagai penjelas dari sesuatu yang
tidak ada didalam Al-Qur’an, serta menjelaskan sesuatu yang masih bersifat
global didalam Al-Qur’an.
Walaupun demikian sejarah antara keduanya sangatlah berbeda.
Al-Qur’an di tulis lebih dulu dari pada hadits, karena pada waktu itu
Rasulullah SAW tidak mengizinkan untuk
menulis atau membukukan hadits karena beliau takut apabila terjadi tercampurnya
antara Al-Qur’an dan hadits. Barulah pada abad ke-2 hadits itu ditulis, dalam
rentang waktu yang cukup lama inilah membuat hadits-hadits itu banyak
dipalsukan, artinya banyak sekali hadits-hadits bohong yang dibuat oleh
seseorang kemudian disandarkan pada Rasulullah SAW, dan hadits yang seperti itu
disebut dengan hadits maudhu’.
Ironisnya pada zaman itu banyak sekali hadits-hadits maudhu’
tersebut yang beredar di masyarakat dan berbaur dengan hadits-hadits yang lain,
oleh karena itu kita sebagai umat muslim yang berpegang pada Al-Qur’an dan
hadits harus bisa mengidentifikasi mana hadits yang bisa di gunakan untuk
pegangan dan mana yang tidak.
Maka dari itu nampaknya kita perlu membahas lebih jauh
tentang hadits maudhu’, agar kita tidak salah dalam menentukan hadits
yang kita gunakan sebagai pegangan hidup kita.
B.
Rumusan masalah
1.Pengertian Hadits Maudhu’
2.Sejarah perkembangan Hadits
Maudhu’
3.Faktor penyebab munculnya Hadits
Maudhu’
4.Ciri-ciri atau Karakteristik
Hadits Maudju’
5.Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu’
6.Penanggulangan Hadits Maudhu’
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadits Maudhu’
Secara bahasa kata Al-Maudhu’ adalah isim maf’ul dari وضعا
فهو موضوع وضع يضع yang artinya adalah “meletakkan,
membiarkan, menggugurkan, meninggalkan, dan membuat-buat”[1].
Secara istilah pengertian Hadits Maudhu’ adalah :
أَوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ نَحْوِ
ذلك عَمْدًا هُوَ
الْمَكْذُوْبُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَى الله عليه وسلم مِنْ قَوْلٍ
“Hadits dusta
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan, atau seumpama demikian itu secara sengaja”[2]
Sebagian ulama juga mendefinisikan Hadits
Maudhu’ adalah :
مَانُسِبَ
اِلَي
رَ
سُوْ
لِ
اللهِ
صَليَ
ا
للهُ
عَلَيْهِ
وَ
سَلّمَ
اِ
خْتِلاَ
قًا
وَ
كَذْ
بًا
مِمَّا
لَمْ
يَقُلْهُ
أَوْ
يَفْعَلْهُ
أوْ
يُقِرُهُ
وَقَالَ
بَعْدُهُمْ
هُوَ
الْمُخْتَلَقُ
المَصْنُوْعُ
“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara
dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak pernah mengatakan, berbuat maupun
menetapkannya”[3]
Dari uraian definisi di atas, dapat kita pahami bahwa yang
dimaksud dengan hadits maudhu’ adalah hadits yang sengaja diciptakan dan
dibuat-buat oleh seseorang, kemudian hadits tersebut disandarkan dan
diatasnamakan bahwa datangnya dari Rasulullah SAW. Atas dasar inilah hadits maudhu’
merupakan hadits yang paling buruk statusnya diantara hadits-hadits dha’if,
oleh karena itu, tidak dibenarkan dan bahkan haram hukumnya untuk
meriwayatkannya dengan alasan apapun kecuali disertai dengan penjelasan
kemaudhu’annya.
Mahmud al-Tahhan mengkatagorikan hadits maudhu’ ini
kedalam hadits yang mardud (ditolak). Sebab di dalamnya terdapat cacat
pada perawinya dalam bentuk membuat kebohongan terhadap Rasulullah SAW, dan
cacat dalam bentuk ini adalah terburuk dalam pandangan ulama hadits[4]
B.
Sejarah perkembangan Hadits Maudhu’
Sejak masa Rasulullah SAW dan masa Khulafaurrasyidin atau
sebelum terjadi konflik antara kelompok pendukung Ali dan Muawiyah, hadits Rasulullah
SAW masih bersih dan murni tidak terjadi pembauran dengan kebohongan dan
perubahan-perubahan.
Awal terjadinya hadits maudhu’ dalam sejarah, muncul setelah
terjadi konflik antar elit politik dan antara dua pendukung Ali dan Muawiyah.
Umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu Syiah, Khawarij, dan Jumhur
muslimin atau Sunni. Masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling
benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-masing ingin mempertahankan
kelompoknya, dan mencari simpatisan masa yang lebih besar dengan cara mencari
dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Jika tidak didapatkan ayat atau
hadits yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba menta’wilkan dan memberikan
interpretasi yang terkadang tidak layak.
Ketika mereka tidak menemukan ayat-ayat Al-Qur’an atau
Hadits yang mendukung tujuan kelompoknya, sementara penghafal Al-Qur’an dan
Hadits masih banyak yang hidup, maka sebagian dari mereka membuat Hadits palsu
(Hadits Maudhu’) seperti hadits-hadits tentang keutamaan para Khalifah,
pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama yang bertujuan untuk menambah
dukungan dan simpatisan untuk kelompok mereka.
C.
Faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
munculnya hadits maudhu’, yaitu sebagai berikut :
1.
Faktor
Politik
Sebagaimana uraian singkat di atas tadi, bahwa awal hadits maudhu’
timbul akibat dampak konflik internal antar umat Islam yang berujung kepada
terpecahnya umat Islam menjadi beberapa kelompok. Di dalam sejarah tercatat
kelompok pertama yang menciptakan hadits maudhu’ adalah kelompok Syiah, mereka
membuat beberapa hadits maudhu’ bertujuan untuk menjatuhkan lawan politik
mereka. Setelah hal tersebut diketahui oleh lawan politik mereka, lalu merekapun
membalas dengan membuat hadits maudhu’ pula.
Inilah salah satu hadits maudhu’ yang diciptakan oleh
kelompok Syiah untuk kepentingan politik mereka :
وَصِيى وَمَوْضِعُ سِري وَخَلِيْفَتِي
فِي أَهْلِي وَخَيْرُ مَنْ أَخْلَفَ بَعْدِى عَلِيٌ
Wasiatku,
tempat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku, dan sebaik-baik orang yang
menjadi khalifah adalah Ali[5].
2. Dendam musuh
Islam
Setelah Islam menumbangkan dua
kerajaan adidaya pada masa itu yakni kerajaan Romawi dan Persia. Islam tersebar
ke berbagai penjuru dunia, sementara itu musuh-musuh Islam tidak mampu melawan
Islam secara terang-terangan, maka mereka menyerang Islam dengan cara meracuni
Islam melalui ajarannya dengan memasukkan beberapa hadits maudhu’ didalamnya.
Hal ini dilakukan agar umat Islam lari dari ajaran Islam dan membuat mereka
berpandangan bahwa ajaran Islam itu menjijikkan. (naudzhubillahi min dzhalik)
3. Fanatisme Kabilah,
Negeri atau Pimpinan
Kefanatismean terhadap kabilah,
negeri, atau pimpinan juga memfaktori munculnya hadits maudhu’. Sebab, untuk
mengangkat derajat dan simpatik kabilah atau negeri yang mereka fanatiki atau
untuk memantapkan posisi di pemerintahan pimpinan yang mereka fanatiki. Mereka
membuat hadits maudhu’ untuk mendukung tujuan mereka tersebut.
4. Qashshash
(Tukang cerita atau Tukang dongeng)
Sebagian Qashshash (ahli cerita atau
dongeng) untuk menarik perhatian pendengarnya dan menambah penggemarnya agar
menghasilkan banyak uang, ia memasukkan hadits maudhu’ ke dalam materi
ceritanya.
5. Menjilat Penguasa
Di antara mereka ada yang ingin
mendekati penguasa dengan cara membuat hadits maudhu’ yang sesuai dengan apa
yang dilakukan penguasa tersebut untuk mendapat simpatik, kepercayaan, dan
legalitas.
6. Perbedaan
dalam Madzhab
Masalah khilafiyah baik dalam Fiqih
atau teologi juga mendorong terbuatnya hadits maudhu’ yang dilakukan oleh
sebagian pengikut madzhab yang fanatik dalam madzhabnya.
Contohnya :
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الرُكُوْعِ
فَلَا صَلَاةَ لَه
Barang siapa
yang mengangkat kedua tangannya dalam ruku’, maka tidak sah sholatnya[6].
D. Ciri-ciri
atau karakteristik Hadits Maudhu’
Hadits Maudhu’ dapat diketahui dari
ciri-ciri atau karakteristiknya baik yang ada pada sanad ataupun matan.
Ciri-ciri
atau karakteristik dari sanad :
1. Pengakuan
pembuatnya sendiri
Sebagaimana pengakuan Abdul Karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum
mati ia mengatakan : ”Demi Allah aku palsukan padamu 4000 buah hadits. Di
dalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.”
2.
Adanya
bukti (qarinah) menempati pengakuan
Seperti seseorang yang meriwayatkan hadits dengan ungkapan
yang mantap serta meyakinkan (jazam) dari seorang syaikh padahal dalam
sejarah ia tidak pernah bertemu atau dari seorang syaikh di suatu negeri yang
tidak pernah berangkat ke luar atau seorang syaikh yang telah wafat sementara
ia masih kecil atau belum lahir.
3.
Adanya
bukti pada keadaan perawi
Seperti yang disandarkan Al-Hakim dari saif bin Umar
Al-Tamimi, aku di sisi Sa’ad bin Tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah
menangis, ditanya Bapaknya: ”Mengapa engkau menangis ?” Anaknya menjawab
: “dipukul gurunya”. Lantas Sa’ad berkata: “sungguh saya bikin hina
mereka sekarang.” Memberitahukan kepada ikrimah dari Ibnu Abbas secara Marfu’:
مُعَلمُوْا صِبْيَا نِكُمْ شِرَا رُكُمْ أَقَلُهُمْ رَحْمَةً لِلْيَتِيْمِ
وَ أَغْلَظُهُمْ عَلَى ا لمَسَاكِيْنِ
Guru-guru anak kecilmu adalah orang
yang paling jelek di antara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak
yatim dan yang paling kasar terhadap orang-orang miskin.
Ibnu Ma’in berkata: “tidak halal seseorang meriwayatkan
suatu hadits dari Sa’ad bin Tharif.” Ibnu Hibban berkomentar: “Ia
memalsukan hadits.” Al-Hakim juga berkata: “ ia dituduh sebagai zindik
dan gugur dalam periwayatan.”
4.
Kedustaan
perawi
Seorang perawi yang dikenal dusta meriwayatkan suatu hadits
sendirian dan tidak ada seorang tsiqah yang meriwayatkannya.
Ciri-ciri atau karakteristik dari
matan :
1.
Lemah
susunan lafal dan maknanya
Salah satu tanda ke-maudhu’an suatu hadits adalah
lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dibenarkan bahwa
ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadits-hadits panjang yang lemah susunan
bahasa dan maknanya, seseorang yang memiliki keahlian bahasa dan sastra
mempunyai ketajaman dalam memahami hadits dari Rasul atau bukan, hadits maudhu’
ini bukan bahasa Rasul yang mengandung sastra (falsafah), karena sangat rusak
susunannya.
2.
Rusaknya
makna
Maksud rusaknya makna disini karena bertentangan dengan
rasio yang sehat, menyalahi kaidah-kaidah yang ada, tidak bisa dita’wilkan, dan
lain-lain.
3.
Menyalahi
teks Al-Qur’an atau Hadits Mutawatir
Termasuk tanda maudhu’ adalah menyalahi
Al-Qur’an atau hadits mutawatir dan tidak mungkin ditakwilkan, kecuali
jika dapat dikompromikan melalui takhshish al-amm atau tafshil al-mujmal dan
lain-lain sebagaimana langkah-langkah pemecahan yang telah dilakukan ulama
ushul fiqih.
4.
Menyalahi
realita sejarah
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah
(pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz, padahal
Sa’ad telah meninggal pada saat perang khandaq sebelum kejadian
tersebut. Jizyah disyari’atkan setelah perang tabuk pada kaum Nashrani
Najran dan Yahudi Yaman.
5.
Hadits
sesuai dengan madzhab perawi
Misalnya
hadits yang diriwayatkan oleh Habbah bin Juwaini, ia berkata : “saya
mendengar Ali berkata “ :
عَبَدْتُ اللهَ مَعَ رَسُوْلِهِ قَبْلَ
أَنْ يَعْبُدَهُ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمةِ خَمْسَ سِنِيْنَ أَوْ سَبْعَ سِنِيْنَ
Aku
menyembah Tuhan (ALLAH SWT) bersama Rasul-Nya sebelum meyembah-Nya seorang pun
dari umat ini lima atau tujuh tahun.
Hadits ini menggambarkan Ali sesuai
dengan prinsip madzhab Syi’ah, tetapi penggambaran tersebut juga tidak
masuk akal, bagaimana bisa Ali beribadah bersama Rasulullah lima atau tujuh
tahun sebelum umat ini.
6.
Mengandung
pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para Qashshash
(tukang cerita atau tukang dongeng) yang ingin menarik perhatian para
pendengarnya atau untuk menarik pendengar agar melakukan perbuatan amal saleh.
Tetapi memang terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala
yang berlebihan.
7.
Sahabat
dituduh menyembunyikan hadits
Sahabat dituduh menyembunyikan hadits dan tidak menyampaikan
atau meriwayatkan pada orang lain, padahal hadits itu secara transparan harus
disampaikan Rasul. Misalnya Rasulullah SAW memegang tangan Ali bin Abi Thalib
di hadapan para sahabat semua, kemudian bersabda:
هَذَا وَصِيِى وَ أَخِي وَا لْخَلِيْفَةُ مِنْ بَعْدِ ى
Ini wasiatku dan saudaraku dan
khalifah setelah aku.
Seandainya itu benar hadits dari Nabi tentu banyak diantara
sahabat yang meriwayatkannya, karena masalahnya adalah untuk kepentingan umum
yakni kepemimpinan. Tidak mungkin para sahabat diam untuk tidak meriwayatkan
jika hal itu terjadi benar pada Rasulullah.
E.
Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu’
Umat Islam telah sepakat bahwa membuat hadits maudhu’
hukumnya haram secara mutlak tidak ada perbedaan diantara mereka. Menciptakan
hadits maudhu’ sama dengan mendustakan kepada Rasulullah SAW. Karena perkataan
itu dari penciptanya sendiri atau dari perkataan orang lain kemudian diklaim
bahwa Rasulullah yang menyabdakannya, berarti ia berdusta atas nama Rasulullah
SAW. Orang yang melakukan hal tersebut di ancam dengan siksa api neraka,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
مَنْ كَذَ بَ عَلَي مُتَعَمدٌا فَلْيَتَبَوَأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَا رِ
Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka
hendaklah bersiap-siap bertempat tinggal di dalam neraka[7].
F.
Penanggulangan Hadits Maudhu’
Ada beberapa usaha dan upaya yang dilakukan para ulama
hadits dalam menanggulangi masalah hadits maudhu’ , dengan tujuan agar
hadits tetap eksis terpelihara dan bersih dari pemalsuan tangan-tangan kotor
para pemalsu atau pembuat hadits-hadits maudhu’ di antaranya :
-
Memelihara
sanad hadits
-
Meningkatkan
kesungguhan penelitian hadits
-
Memilih
para perawi hadits yang terpercaya
-
Mengisolir
atau menandai para pendusta hadits
-
Menerangkan
keadaan para perawi hadits
-
Memberikan
kaidah-kaidah hadits
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan
demikian maka dapat kita simpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits
palsu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, kemunculannya diperkirakan
sekitar tahun 40 H yang disebabkan oleh pertentangan politik, dendam musuh
Islam, kefanatikan terhadap Bangsa, Suku, Negeri dan pimpinan, perselisihan
madzhab dan sebagainya. Hukum periwayatannya sepakat Mutlak Haram.
Ciri
atau karakteristik Hadits Maudhu’ dapat kita ketahui dari Sanad dan
Matannya, sedangkan penanggulangannya dapat di antisivasi dengan memelihara
sanad hadits, meningkatkan kesungguhan penelitian hadits, memilih para perawi
yang terpercaya dan lain-lain. Semua hal tersebut kita lakukan agar kita dapat
mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan ke maudhu’an sebuah
hadits, dan agar membuat kita lebih hati-hati dalam mengambil hadits untuk kita
jadikan sebagai pegangan hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu
Hadits, (Semarang:Rasail Media Group,2007)
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits,
Cet. 1, (Bogor:Ghalia Indonesia,2010)
Abdul Majid Khon, Haji; Ulumul
Hadis, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta:Amzah,2009)
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu
Ushul Hadis, Cet. 1, (Yogyakarta/Celeban Timur:PUSTAKA PELAJAR,2006)
حسن المسعود, منحة المغيث فى علم مصطلح
الحديث, ( مكتبة الحكمة, سورابايا – اندونيسيا ) حافظ
[1] .
H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. hal 199
[2] .
Hafidz Hasan Al-Masuudii. Minhatul Mughiits fii ilmi mushthalahil hadits.
Hal 27
[3]. http://lizasanti.blogspot.com
[4]
.Mohammad Nor Ichwan. Studi Ilmu Hadits. Hal 152
[5] . H.Abdul
Majid khon. Ulumul Hadis. Hal 202 / Shahih uwaydhah, Al-ahadits
Al-mawdhu’ah …, Hal 177
[6] .
H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. Hal 206
[7] .
H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. Hal 207
Tidak ada komentar:
Posting Komentar