Rabu, 25 Mei 2016

Makalah Hadits Maudhu'



DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN
A.    Latar belakang………………………………………………………………………4
B.     Rumusan masalah…………………………………………………………………...4
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadits Maudhu’…………………………………………………………5
B.     Sejarah perkembangan Hadits Maudhu’…………………………………………....5
C.     Faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’……………………………………...6
D.    Ciri-ciri atau Karakteristik Hadits Maudhu’………………………………………..7
E.     Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu’……………………………………………10
F.      Penanggulangan Hadits Maudhu’………………………………………………….10
PENUTUP/KESIMPULAN……………………………………………………………….11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...12



PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Secara fungsional hadits merupakan sumber hukum ke dua setelah Al-Qur’an, selain itu hadits juga sebagai penjelas dari sesuatu yang tidak ada didalam Al-Qur’an, serta menjelaskan sesuatu yang masih bersifat global didalam Al-Qur’an.
Walaupun demikian sejarah antara keduanya sangatlah berbeda. Al-Qur’an di tulis lebih dulu dari pada hadits, karena pada waktu itu Rasulullah SAW  tidak mengizinkan untuk menulis atau membukukan hadits karena beliau takut apabila terjadi tercampurnya antara Al-Qur’an dan hadits. Barulah pada abad ke-2 hadits itu ditulis, dalam rentang waktu yang cukup lama inilah membuat hadits-hadits itu banyak dipalsukan, artinya banyak sekali hadits-hadits bohong yang dibuat oleh seseorang kemudian disandarkan pada Rasulullah SAW, dan hadits yang seperti itu disebut dengan hadits maudhu’.
Ironisnya pada zaman itu banyak sekali hadits-hadits maudhu’ tersebut yang beredar di masyarakat dan berbaur dengan hadits-hadits yang lain, oleh karena itu kita sebagai umat muslim yang berpegang pada Al-Qur’an dan hadits harus bisa mengidentifikasi mana hadits yang bisa di gunakan untuk pegangan dan mana yang tidak.
Maka dari itu nampaknya kita perlu membahas lebih jauh tentang hadits maudhu’, agar kita tidak salah dalam menentukan hadits yang kita gunakan sebagai pegangan hidup kita.


B.     Rumusan masalah
1.Pengertian Hadits Maudhu’ 
2.Sejarah perkembangan Hadits Maudhu’
3.Faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’
4.Ciri-ciri atau Karakteristik Hadits Maudju’
5.Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu’
6.Penanggulangan Hadits Maudhu’


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadits Maudhu’
Secara bahasa kata Al-Maudhu’ adalah isim maf’ul dari وضعا فهو موضوع  وضع يضع  yang artinya adalah “meletakkan, membiarkan, menggugurkan, meninggalkan, dan membuat-buat”[1].
Secara istilah pengertian Hadits Maudhu’ adalah :
 أَوْ فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ نَحْوِ ذلك عَمْدًا هُوَ الْمَكْذُوْبُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَى الله عليه وسلم مِنْ قَوْلٍ             
“Hadits dusta yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, atau seumpama demikian itu secara sengaja”[2]
Sebagian ulama juga mendefinisikan Hadits Maudhu’ adalah :
مَانُسِبَ اِلَي رَ سُوْ لِ اللهِ صَليَ ا للهُ عَلَيْهِ وَ سَلّمَ اِ خْتِلاَ قًا وَ كَذْ بًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ أَوْ يَفْعَلْهُ أوْ يُقِرُهُ وَقَالَ بَعْدُهُمْ هُوَ الْمُخْتَلَقُ المَصْنُوْعُ
“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak pernah mengatakan, berbuat maupun menetapkannya”[3]
Dari uraian definisi di atas, dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan hadits maudhu’ adalah hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian hadits tersebut disandarkan dan diatasnamakan bahwa datangnya dari Rasulullah SAW. Atas dasar inilah hadits maudhu’ merupakan hadits yang paling buruk statusnya diantara hadits-hadits dha’if, oleh karena itu, tidak dibenarkan dan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan alasan apapun kecuali disertai dengan penjelasan kemaudhu’annya.
Mahmud al-Tahhan mengkatagorikan hadits maudhu’ ini kedalam hadits yang mardud (ditolak). Sebab di dalamnya terdapat cacat pada perawinya dalam bentuk membuat kebohongan terhadap Rasulullah SAW, dan cacat dalam bentuk ini adalah terburuk dalam pandangan ulama hadits[4]
B.     Sejarah perkembangan Hadits Maudhu’
Sejak masa Rasulullah SAW dan masa Khulafaurrasyidin atau sebelum terjadi konflik antara kelompok pendukung Ali dan Muawiyah, hadits Rasulullah SAW masih bersih dan murni tidak terjadi pembauran dengan kebohongan dan perubahan-perubahan.
Awal terjadinya hadits maudhu’ dalam sejarah, muncul setelah terjadi konflik antar elit politik dan antara dua pendukung Ali dan Muawiyah. Umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu Syiah, Khawarij, dan Jumhur muslimin atau Sunni. Masing-masing mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpatisan masa yang lebih besar dengan cara mencari dalil dari Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Jika tidak didapatkan ayat atau hadits yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba menta’wilkan dan memberikan interpretasi yang terkadang tidak layak.
Ketika mereka tidak menemukan ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadits yang mendukung tujuan kelompoknya, sementara penghafal Al-Qur’an dan Hadits masih banyak yang hidup, maka sebagian dari mereka membuat Hadits palsu (Hadits Maudhu’) seperti hadits-hadits tentang keutamaan para Khalifah, pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama yang bertujuan untuk menambah dukungan dan simpatisan untuk kelompok mereka.

C.    Faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya hadits maudhu’, yaitu sebagai berikut :
1.      Faktor Politik
Sebagaimana uraian singkat di atas tadi, bahwa awal hadits maudhu’ timbul akibat dampak konflik internal antar umat Islam yang berujung kepada terpecahnya umat Islam menjadi beberapa kelompok. Di dalam sejarah tercatat kelompok pertama yang menciptakan hadits maudhu’ adalah kelompok Syiah, mereka membuat beberapa hadits maudhu’ bertujuan untuk menjatuhkan lawan politik mereka. Setelah hal tersebut diketahui oleh lawan politik mereka, lalu merekapun membalas dengan membuat hadits maudhu’ pula.
Inilah salah satu hadits maudhu’ yang diciptakan oleh kelompok Syiah untuk kepentingan politik mereka :     
 وَصِيى وَمَوْضِعُ سِري وَخَلِيْفَتِي فِي أَهْلِي وَخَيْرُ مَنْ أَخْلَفَ بَعْدِى عَلِيٌ                 
Wasiatku, tempat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku, dan sebaik-baik orang yang menjadi khalifah adalah Ali[5].
2.      Dendam musuh Islam
Setelah Islam menumbangkan dua kerajaan adidaya pada masa itu yakni kerajaan Romawi dan Persia. Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia, sementara itu musuh-musuh Islam tidak mampu melawan Islam secara terang-terangan, maka mereka menyerang Islam dengan cara meracuni Islam melalui ajarannya dengan memasukkan beberapa hadits maudhu’ didalamnya. Hal ini dilakukan agar umat Islam lari dari ajaran Islam dan membuat mereka berpandangan bahwa ajaran Islam itu menjijikkan. (naudzhubillahi min dzhalik)
3.      Fanatisme Kabilah, Negeri atau Pimpinan
Kefanatismean terhadap kabilah, negeri, atau pimpinan juga memfaktori munculnya hadits maudhu’. Sebab, untuk mengangkat derajat dan simpatik kabilah atau negeri yang mereka fanatiki atau untuk memantapkan posisi di pemerintahan pimpinan yang mereka fanatiki. Mereka membuat hadits maudhu’ untuk mendukung tujuan mereka tersebut.
4.      Qashshash (Tukang cerita atau Tukang dongeng)
Sebagian Qashshash (ahli cerita atau dongeng) untuk menarik perhatian pendengarnya dan menambah penggemarnya agar menghasilkan banyak uang, ia memasukkan hadits maudhu’ ke dalam materi ceritanya.
5.       Menjilat Penguasa
Di antara mereka ada yang ingin mendekati penguasa dengan cara membuat hadits maudhu’ yang sesuai dengan apa yang dilakukan penguasa tersebut untuk mendapat simpatik, kepercayaan, dan legalitas.
6.      Perbedaan dalam Madzhab
Masalah khilafiyah baik dalam Fiqih atau teologi juga mendorong terbuatnya hadits maudhu’ yang dilakukan oleh sebagian pengikut madzhab yang fanatik dalam madzhabnya.
Contohnya :
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الرُكُوْعِ فَلَا صَلَاةَ لَه
Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam ruku’, maka tidak sah sholatnya[6].

D.    Ciri-ciri atau karakteristik Hadits Maudhu’
Hadits Maudhu’ dapat diketahui dari ciri-ciri atau karakteristiknya baik yang ada pada sanad ataupun matan.
Ciri-ciri atau karakteristik dari sanad :
1.      Pengakuan pembuatnya sendiri
Sebagaimana pengakuan Abdul Karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati ia mengatakan : ”Demi Allah aku palsukan padamu 4000 buah hadits. Di dalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.”
2.      Adanya bukti (qarinah) menempati pengakuan
Seperti seseorang yang meriwayatkan hadits dengan ungkapan yang mantap serta meyakinkan (jazam) dari seorang syaikh padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu atau dari seorang syaikh di suatu negeri yang tidak pernah berangkat ke luar atau seorang syaikh yang telah wafat sementara ia masih kecil atau belum lahir.
3.      Adanya bukti pada keadaan perawi
Seperti yang disandarkan Al-Hakim dari saif bin Umar Al-Tamimi, aku di sisi Sa’ad bin Tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah menangis, ditanya Bapaknya: ”Mengapa engkau menangis ?” Anaknya menjawab : “dipukul gurunya”. Lantas Sa’ad berkata: “sungguh saya bikin hina mereka sekarang.” Memberitahukan kepada ikrimah dari Ibnu Abbas secara Marfu’:
مُعَلمُوْا صِبْيَا نِكُمْ شِرَا رُكُمْ أَقَلُهُمْ رَحْمَةً لِلْيَتِيْمِ وَ أَغْلَظُهُمْ عَلَى ا لمَسَاكِيْنِ
Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek di antara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhadap orang-orang miskin.
Ibnu Ma’in berkata: “tidak halal seseorang meriwayatkan suatu hadits dari Sa’ad bin Tharif.” Ibnu Hibban berkomentar: “Ia memalsukan hadits.” Al-Hakim juga berkata: “ ia dituduh sebagai zindik dan gugur dalam periwayatan.”
4.      Kedustaan perawi
Seorang perawi yang dikenal dusta meriwayatkan suatu hadits sendirian dan tidak  ada seorang tsiqah yang meriwayatkannya.
Ciri-ciri atau karakteristik dari matan :
1.      Lemah susunan lafal dan maknanya
Salah satu tanda ke-maudhu’an suatu hadits adalah lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadits-hadits panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya, seseorang yang memiliki keahlian bahasa dan sastra mempunyai ketajaman dalam memahami hadits dari Rasul atau bukan, hadits maudhu’ ini bukan bahasa Rasul yang mengandung sastra (falsafah), karena sangat rusak susunannya.
2.      Rusaknya makna
Maksud rusaknya makna disini karena bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi kaidah-kaidah yang ada, tidak bisa dita’wilkan, dan lain-lain.
3.      Menyalahi teks Al-Qur’an atau Hadits Mutawatir
Termasuk tanda maudhu’ adalah menyalahi  Al-Qur’an atau hadits mutawatir dan tidak mungkin ditakwilkan, kecuali jika dapat dikompromikan melalui takhshish al-amm atau tafshil al-mujmal dan lain-lain sebagaimana langkah-langkah pemecahan yang telah dilakukan ulama ushul fiqih.
4.      Menyalahi realita sejarah
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk khaibar dengan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz, padahal Sa’ad telah meninggal pada saat perang khandaq sebelum kejadian tersebut. Jizyah disyari’atkan setelah perang tabuk pada kaum Nashrani Najran dan Yahudi Yaman.
5.      Hadits sesuai dengan madzhab perawi
Misalnya hadits yang diriwayatkan oleh Habbah bin Juwaini, ia berkata : “saya mendengar Ali berkata “ :
عَبَدْتُ اللهَ مَعَ رَسُوْلِهِ قَبْلَ أَنْ يَعْبُدَهُ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمةِ خَمْسَ سِنِيْنَ أَوْ سَبْعَ سِنِيْنَ
Aku menyembah Tuhan (ALLAH SWT) bersama Rasul-Nya sebelum meyembah-Nya seorang pun dari umat ini lima atau tujuh tahun.
Hadits ini menggambarkan Ali sesuai dengan prinsip madzhab Syi’ah, tetapi penggambaran tersebut juga tidak masuk akal, bagaimana bisa Ali beribadah bersama Rasulullah lima atau tujuh tahun sebelum umat ini.
6.      Mengandung pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para Qashshash (tukang cerita atau tukang dongeng) yang ingin menarik perhatian para pendengarnya atau untuk menarik pendengar agar melakukan perbuatan amal saleh. Tetapi memang terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang berlebihan.
7.      Sahabat dituduh menyembunyikan hadits
Sahabat dituduh menyembunyikan hadits dan tidak menyampaikan atau meriwayatkan pada orang lain, padahal hadits itu secara transparan harus disampaikan Rasul. Misalnya Rasulullah SAW memegang tangan Ali bin Abi Thalib di hadapan para sahabat semua, kemudian bersabda:
هَذَا وَصِيِى وَ أَخِي وَا لْخَلِيْفَةُ مِنْ بَعْدِ ى
Ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.
Seandainya itu benar hadits dari Nabi tentu banyak diantara sahabat yang meriwayatkannya, karena masalahnya adalah untuk kepentingan umum yakni kepemimpinan. Tidak mungkin para sahabat diam untuk tidak meriwayatkan jika hal itu terjadi benar pada Rasulullah.
E.     Hukum meriwayatkan Hadits Maudhu’
Umat Islam telah sepakat bahwa membuat hadits maudhu’ hukumnya haram secara mutlak tidak ada perbedaan diantara mereka. Menciptakan hadits maudhu’ sama dengan mendustakan kepada Rasulullah SAW. Karena perkataan itu dari penciptanya sendiri atau dari perkataan orang lain kemudian diklaim bahwa Rasulullah yang menyabdakannya, berarti ia berdusta atas nama Rasulullah SAW. Orang yang melakukan hal tersebut di ancam dengan siksa api neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
مَنْ كَذَ بَ عَلَي مُتَعَمدٌا فَلْيَتَبَوَأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَا رِ
Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendaklah bersiap-siap bertempat tinggal di dalam neraka[7].          
F.     Penanggulangan Hadits Maudhu’
Ada beberapa usaha dan upaya yang dilakukan para ulama hadits dalam menanggulangi masalah hadits maudhu’ , dengan tujuan agar hadits tetap eksis terpelihara dan bersih dari pemalsuan tangan-tangan kotor para pemalsu atau pembuat hadits-hadits maudhu’ di antaranya :
-          Memelihara sanad hadits
-          Meningkatkan kesungguhan penelitian hadits
-          Memilih para perawi hadits yang terpercaya
-          Mengisolir atau menandai para pendusta hadits
-          Menerangkan keadaan para perawi hadits
-          Memberikan kaidah-kaidah hadits






PENUTUP
Kesimpulan
Dengan demikian maka dapat kita simpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits palsu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, kemunculannya diperkirakan sekitar tahun 40 H yang disebabkan oleh pertentangan politik, dendam musuh Islam, kefanatikan terhadap Bangsa, Suku, Negeri dan pimpinan, perselisihan madzhab dan sebagainya. Hukum periwayatannya sepakat Mutlak Haram.
Ciri atau karakteristik Hadits Maudhu’ dapat kita ketahui dari Sanad dan Matannya, sedangkan penanggulangannya dapat di antisivasi dengan memelihara sanad hadits, meningkatkan kesungguhan penelitian hadits, memilih para perawi yang terpercaya dan lain-lain. Semua hal tersebut kita lakukan agar kita dapat mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan ke maudhu’an sebuah hadits, dan agar membuat kita lebih hati-hati dalam mengambil hadits untuk kita jadikan sebagai pegangan hidup.














DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadits, (Semarang:Rasail Media Group,2007)
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, Cet. 1, (Bogor:Ghalia Indonesia,2010)
Abdul Majid Khon, Haji; Ulumul Hadis, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta:Amzah,2009)
Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, Cet. 1, (Yogyakarta/Celeban Timur:PUSTAKA PELAJAR,2006)
 حسن المسعود, منحة المغيث فى علم مصطلح الحديث, ( مكتبة الحكمة, سورابايا – اندونيسيا )  حافظ
















[1] . H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. hal 199
[2] . Hafidz Hasan Al-Masuudii. Minhatul Mughiits fii ilmi mushthalahil hadits. Hal 27
[3]. http://lizasanti.blogspot.com
[4] .Mohammad Nor Ichwan. Studi Ilmu Hadits. Hal 152
[5] . H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. Hal 202 / Shahih uwaydhah, Al-ahadits Al-mawdhu’ah …, Hal 177
[6] . H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. Hal 206
[7] . H.Abdul Majid khon. Ulumul Hadis. Hal 207

Tidak ada komentar:

Posting Komentar