DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................ ...1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ...2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ...3
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..4
PEMBAHASAN
A. ZAMAN
YUNANI KUNO………………………………………………………...4
B. ZAMAN
PERTENGAHAN………………………………………………………..5
C. ZAMAN
RENAISSANS…………………………………………………………...6
D. ZAMAN
MODERN…………………………………………………………….…..6
E. ZAMAN
KONTEMPOLER………………………………………………………..7
PENUTUP/SIMPULAN…………………………………………………………………....7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………....8
PENDAHULUAN
Kebudayaan
manusia dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang teramat cepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini
tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat barat.
Pada awal
perkembangan pemikiran filsafat barat pada zaman yunani kuno, filsafat identik
dengan ilmu pengetahuan, artinya antara pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan
pada waktu itu tidak dipisahkan. Semua hasil pemikiran manusia pada waktu itu
disebut filsafat.
Pada abad
pertengahan terjadi perubahan, filsafat pada zaman ini identik dengan agama,
artinya pemikiran filsafat pada waktu itu menjadi satu dengan dogma Gereja
(Agama). Munculnya Renaissans pada abad ke-15 dan Aufklaerung di
abad ke-18 membawa perubahan pandangan terhadap filsafat. Filsafat memisahkan
diri dari agama, orang mulai bebas mengeluarkan pendapat tanpa takut dihukum
oleh Gereja. Sebagai kelanjutan dari zaman renaissans, filsafat pada zaman
modern tetap sekuler, namun sekarang filsafat ditinggalkan oleh ilmu
pengetahuan. Artinya ilmu pengetahuan sebagai “anak-anak” filsafat berdiri
sendiri dan terpecah menjadi berbagai cabang.
PEMBAHASAN
Perkembangan
sejarah filsafat barat dapat dibagi dalam empat periodisasi. Periodisasi ini
didasarkan atas ciri pemikiran yang dominan pada waktu itu. Yaitu : Zaman
Yunani Kuno, zaman Abad Pertengahan, zaman Abad Modern, dan Abad Kontempoler.[1]
A.
Zaman Yunani
Kuno (Abad 6 SM – 6 M)
Kelahiran pemikiran filsafat barat di awali pada abad ke-6
sebelum masehi yang ditandai oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang
selama ini menjadi pembenar terhadap setiap gejala alam.[2]
Manusia pada waktu melalui mite-mite mencari keterangan tentang asal usul alam
semesta dan tentang kejadian yang berlangsung didalamnya.
Ada dua bentuk
mite yang berkembang pada waktu itu, yaitu mite Kosmogonis, yang mencari
tentang asal usul alam semesta, dan mite Kosmologis, berusaha mencari
keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian alam semesta. Ciri-ciri yang
menonjol dari filsafat Yunani Kuno adalah perhatian terhadap gejala kosmik dan
fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (Arche).
Thales (611-550
SM) menyimpulkan bahwa air merupakan arche (asal mula) dari segala
sesuatu. Anaximander (611-545 SM) meyakini bahwa asal mula dari segala sesuatu
adalah apeiron yaitu sesuatu yang tidak terbatas. Anaximenes (588-524
SM) mengatakan bahwa asal mula segala sesuatu itu adalah udara. Lalu Pythagoras
(580-500 SM) mengatakan bahwa asal segala sesuatu dapat diterangkan atas dasar
bilangan-bilangan.
Filsafat Yunani
kuno semakin berkembang ketika muncul dua filosof yaitu Heraklitos yang
mengemukakan tentang realitas yang tidak berubah (panta rhei khai uden menei)
dan berbanding terbalik dengan Parmenides dalam gagasanya tentang “ada”
yang kemudian filsafatnya berkembang dan dikenal sebagai Metafisika (yang
ada itu ada dan yang tidak ada itu tidak ada) yang mana kemudian menjadi cikal
bakal debat Metafisika. Herakleitos mewakili bidang (Pluralisme dan Empirisisme)
dan Parmenides sebagai wakil dari bidang (Monisme dan Rasionalisme).
Pemikir yang
penting juga dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah Demokritos, yang
menegaskan bahwa realitas tersusun dari atom (atomos, dari a = tidak, dan
tomos = terbagi) yang kemudian menjadi cikal bakal ilmu fisika, kimia, dan
biologi. Fisafat yang ramai dibicarakan adalah Socrates yang melalui
metodenya (Dialegesthai) dialektika yang bisa diartikan dengan bercakap-cakap,
Socrates menyebut metodenya sendiri dengan (maieutike tekhne) yaitu
fungsi filosof hanya membidani ilmu pengetahuan. Kemudian metode ini diteruskan
oleh muridnya sendiri yaitu Plato, ia menganggap bahwa berfilsafat itu
mencari kebijaksanaan atau kebenaran yang hanya dapat dilakukan dengan bersama-sama
dalam suatu dialog.
Plato dikenal
sebagai filosof dualisme, yang mengambarkan dua buah kenyataan yang terpisah
dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide (dunia yang tidak ada perubahan
didalamnya), serta dunia bayangan atau inderawi (dunia yang berubah–ubah
mencakup yang ditangkap oleh indera). Pemikiran Yunani kuno mencapai puncaknya
pada masa murid dari Plato yaitu Aristoteles yang mengemukakan tugas
utama dari ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab-penyebab objek yang
diselidiki, kemudian di rumuskan penyebab itu menjadi empat :
1.
Penyebab Material (material cause)
: ini adalah bahan darimana benda dibuat. Misalnya kursi di buat dari kayu.
2.
Penyebab Formal (formal cause)
: ini adalah bentuk penyusunan bahan. Misalnya bentuk kursi ditambah pada kayu,
sehingga kayu menjadi sebuah kursi.
3.
Penyebab Efisien (efficient cause)
: ini adalah sumber – sumber kejadian. Misalnya tukang kayu yang membuat kursi.
4.
Penyebab Final (final cause)
: ini adalah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya kursi dibuat
dengan tujuan sebagai tempat duduk.
B.
Zaman
Pertengahan (6-16 M)
Zaman
pertengahan adalah zaman keemasaan bagi kekristenan, dimana dogma-dogma gereja
sangat berpengaruh dalam berfilsafat, filsafat
Agustinus yaitu manusia adalah ciptaan tuhan yang unik yang ikut ambil
bagian untuk mendapatkan kasihnya, tuhan adalah ada sebagai ada, yang bersifat
pribadi yang menciptakan seluruh jagad raya. Pada abad ini dikenal dengan
predikat Ancilla Theologiae, yang mengambarkan bahwa tuhan adalah segala
kebaikan dan tidak ada dualisme didalamnya, dan kitab suci mengajarkan bahwa
alam semesta berawal mula dan filsafat tidak menjawab akan hal tersebut.
Zaman ini juga
dapat dikatakan sebagai sebagai suatu zaman yang penuh dengan upaya menggiring
manusia ke dalam kehidupn atau system kepercayaan yang picik dan fanatik,
dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Tujuan dari upaya itu untuk
membimbing umat kearah hidup yang saleh.
C.
Zaman
Renaissans (14-16 M)
Zaman peralihan
dari abad pertengahan yang ditandai dengan suatu era yang disebut dengan renaissans
(zaman yang sangat menaruh pada bidang seni lukis, arsitektur, music, sastra,
filsafat, ilmu pengetahuan) yang memberikan suatu perubahan yang revolusioner
dalam pemikiran manusia. Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang
sepenuhnya diwarnai oleh ajaran kristiani. Namun, orang-orang kini mencari
orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif bagi kebudayaan Yunani-Romawi
sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik. Kebudayaan
klasik ini juga dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban
manusia.
Nicolaus
Copernicus merupakan tokoh gerejani yang mengemukakan bahwa matahari sebagai
pusat tata surya (teori Heliosentrisme) sumbangsih terhadap revolusi pemikiran
akan alam semesta dan sebagai bentuk penolakan terhadap teorinya Ptolomeus (Geosentrisme)
yang mengatakan bumi sebagai pusat tata surya. Kemudian Francis Bacon dalam
ungkapannya (Knowledge is Power) pengetahuan adalah kekuasaan.
D.
Zaman Modern
(17-19 M)
Setelah
pergerakan Renaissans kemudian dimatangkan dengan Aufklaerung yang
semakin menekan kekuasaan gereja terhadap ilmu pengetahuan, sejak saat ini
filsafat ilmu pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan kepastian intelektual
(sikap ilmiah)yang kebenarannya dapat diuji melalui metode, dimana kebenaran
adalah never ending proces tidak akan berhenti.
Zaman ini
merupakan zaman Antroposentrisme yang melihat manusia sebagai pusat
penyelidikan dan menghasilkan beberapa aliran filsafat yaitu :
-
Rasionalisme
-
Empirisme
-
Kritisme
-
Idealisme
-
Positivisme
-
Fenomenologi
-
Strukturalisme
-
Evolusionisme
-
Postmodernisme
-
Non-Aliran
E.
Zaman
Kontempoler (Abad ke-20 dan seterusnya)
Tema yang
menguasai refleksi filosofis dalam abad ke-20 ini adalah pemikiran tentang
bahasa. Sebagian besar pemikir abad ke-20 pernah menulis tentang bahasa.
Ungkapan filsafat yang membingungkan. Tugas filsafat bukanlah membuat
pernyataan-pernyataan tentang sesuatu yang khusus melainkan memecahkan
persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika.
Russell dan
Wittgenstein melangkah lebih jauh ke dalam metode analisa bahasa ini sebagai
sikap atau keyakinan ontologis memilih alternatif terbaik bagi aktivitas
berfilsafat. Menurut Wittgenstein, apa yang dihasilkan oleh sebuah karya
filsafat bukan melulu sederetan ungkapan filsafati, melainkan upaya membuat
ungkapan-ungkapan itu menjadi jelas. Tujuan filsafat adalah penjelasan logis
terhadap pemikiran-pemikiran. Filsafat bukanlah doktrin, melainkan aktivitas.
Sebuah karya filsafat pada hakikatnya terdiri atas penjelasan (elucidations).[3]
PENUTUP / SIMPULAN
Berdasarkan
paparan singkat sejarah perkembangan pemikiran filsafat barat sejak
kelahirannya pada zaman Yunani Kuno sampai Abad ke-20 atau zaman Kontempoler,
maka secara singkat dapat ditegaskan bahwa pemikiran filsafat barat berkembang
sebagai reaksi terhadap mitos dan sikap dogmatis. Reaksi terhadap mitos dan
sikap dogmatis ini melahirkan pemikiran rasional, artinya suatu pendapat yang
dimitoskan dan telah menjadi dogma yang beku dilawan, ditentang, dan dikoreksi
berdasarkan asumsi-asumsi ilmiah yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Rizal Mustansyir, Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Cet. 5, (Yogyakarta/Celeban Timur:PUSTAKA PELAJAR,2010)
Jerome R. Ravertz, Penerjemah : Saut
Pasaribu, The Philosophy Of Science Oxford University Press, 1982 / Filsafat
Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, Cet. 4, (Yogyakarta/Celeban
Timur:PUSTAKA PELAJAR,2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar