DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................ ...1
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ...2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ...3
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..4
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PERCOBAAN……………………………………………………..4
B. UNSUR-UNSUR
PERCOBAAN…………………………………………………...4
C. PERBUATAN
YANG MIRIP DENGAN PERCOBAAN…………………………6
PENUTUP/SIMPULAN…………………………………………………………………......7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………......8
PENDAHULUAN
Latar belakang
Suatu perbuatan biasanya merupakan sebuah
proses, baik proses tersebut berlangsung dengan cepat maupun lambat. Demikian
pula dengan perbuatan pidana atau tindak pidana dalam bentuk kejahatan. Di
dalam proses tindak pidana yang merugikan seseorang terdapat suatu tahap yang
sudah berbahaya meskipun proses itu belum selesai, dan tentu saja hukum tidak
perlu menunggu sampai selesainya perbuatan yang merugikan seseorang tersebut.
Di sinilah pentingnya diatur tentang lembaga percobaan di dalam hukum pidana[1].
Untuk lebih lanjut akan kita bahas lebih mendalam tentang “percobaan di
dalam Hukum Pidana”.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
percobaan
Percobaan dalam bahasa Belanda disebut “Poging”,
dari
segi tata bahasa, istilah percobaan adalah usaha hendak berbuat atau melakukan
sesuatu dalam keadaan diuji. Sedangkan menurut
doktrin, percobaan adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai, tetapi belum
selesai atau belum sempurna.
Di dalam undang-undang/KUHP tidak dijumpai tentang definisi dari
percobaan tersebut, undang-undang/KUHP hanya merumuskan tentang unsur-unsur untuk dapat
dipidananya bagi orang yang melakukan percobaan.
B. Unsur-unsur percobaan
Di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP,mengandung tiga unsur percobaan yaitu :
“adanya niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan
itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri”.
1. Adanya niat
Niat dalam bahasa Belanda disebut “voornemen” yang menurut
doktrin tidak lain adalah kehendak untuk melakukan kejahatan, atau lebih
tepatnya disebut “opzet” (kesengajaan)[2].
Kesengajaan meliputi semua ataupun dengan sadar kemungkinan, menurut
tingkatannya kesengajaan terbagi menjadi tiga macam :
-
Kesengajaan sebagai
tujuan.
-
Kesengajaan sebagai
kesadaran akan tujuan.
-
Kesengajaan dengan
kesadaran akan kemungkinan.
Para ahli hukum yang lain berpendapat bahwa niat
adalah kesengajaan dalam semua bentuknya. Bagi Satochid bahwa dalam
doktrin hukum dan yurisprudensi voornemen (niat) harus ditafsirkan sebagai
kehendak, atau lebih tepat dengan opzet (kesengajaan). Dari apa yang
dikatakan beliau maka dapat disimpulkan bahwa beliau menganut pandangan bahwa voornemen
harus diartikan sebagai opzet. Dalam arti sempit, opzet adalah kesengajaan sebagai maksud adalah
sesuai dengan arti voornemen dalam arti bahasa sehari-hari dan dalam
arti luas adalah termasuk ketiga macam bentuk opzet.
Wirjono mendukung pendapat bahwa niat disini adalah
termasuk juga kesengajaan sebagai kemungkinan. Menurut Hazewinkel
Suringa niat ini adalah rencana untuk mengadakan perbutan tertentu dalam
keadaan tertentu pula didalam pikiran. Dalam rencana itu selain mengandung apa
yang dimaksud, juga mengandung gambaran tentang cara bagaimana akan
dilaksanakannya dan tentang akibat-akibat tambahan yang tidak diingini tapi yang
dapat diperkirakan akan terjadi pula.
2.
Adanya permulaan
pelaksanaan
Niat saja belum cukup untuk menjatuhkan pidana
bagi pelaku tindak pidana tanpa adanya pelaksanaannya. Permulaan pelaksanaan dalam bahasa Belanda
disebut “Begin van uitvoering”, permulaan pelaksanaan berarti telah
terjadinya perbuatan tertentu dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebut
sebagai “Delik”[3].
Dalam unsur ini terdapat dua teori yaitu :
-
Teori subjektif, dasar
teori ini adalah dari mentalitet (kehendak atau watak) si pembuat.
-
Teori objektif, dasar
teori ini adalah dari strafbaarheid (dapat dihukumnya) percobaan dalam
suatu perbuatan yang melanggar ketertiban hukum umum.
3. Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak
sendiri
Di dalam hal ini MvT (Memorie
van Toelichting) menyatakan bahwa maksud surat ketika itu adalah untuk
memberikan jaminan kepada seorang yang dengan kehendak sendiri, dengan suka
rela mengurungkan pelaksanaan kejahatan yang telah dimulai (vrijwillige
terusted). Untuk ketika itu harus dicantumkan di dalam surat dakwaan dan
harus dibuktikan oleh penuntut umum.
Pembuktian yang
bersifat negative sangatlah sulit, sebab jaksa harus membuktikan bahwa tindak
pelaku telah menghentikan perbuatannya tidak dengan sukarela, agar dapat
menurutnya dan terdakwa dipatuhi pidana atas dasar percobaan melakukan
kejahatan. Tetapi hal itu kemudian diperingan dengan putusan HR tahun 1924 yang
menjadi yurisprudensi, yaitu bahwa :
Barang siapa yang dengan sukarela
mengundurkan diri tidak dapat dipidana.
Jadi apabila
pengunduran diri itu tidak nyata, maka adanya unsure ketika itu dapat
dibuktikan dari adanya suatu hal lain yang cukup memberikan petunjuk apa
sebabnya delik tersebut tidak selesai. Jadi tidak harus membuktikan bahwa
pengunduran diri itu tidak secara sukarela.
C. Perbuatan yang mirip dengan Percobaan
Ada beberapa perbuatan
yang mirip dengan percobaan, perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke
poging (percobaan tidak mampu), mangel am tatbestand (kekurangan isi
delik), putatief delict (delik putatif), delik manque (percobaan
selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde
poging (percobaan yang dikualifisir).
a. Percobaan tidak mampu
Dikatakan tidak mampu atau tidak sempurna
karena alat atau objek kejahatan tersebut tidak sempurna atau tidak mampu menyebabkan tindak pidana
yang dituju tidak mungkin terwujud. Akan tetapi banyak ahli masih mendebatkan
istilah percobaan tidak mampu ini.
Menurut doktrin hukum pidana, percobaan tidak
mampu dibedakan antara :
1.
Percobaan tidak mampu
karena objeknya yang tidak sempurna yang dibedakan antara :
-
Objek yang tidak
sempurna Absolut, yaitu perbuatan untuk mewujudkan suatu kejahatan mengenai objek
tertentu yang ternyata tidak sempurna, dan oleh karena itu maka kejahatan tidak terjadi dan
tidak mungkin dapat terjadi. Contoh : membunuh mayat.
-
Objek yang tidak
sempurna Relatif, yaitu melakukan perbuatan yang ditujukan untuk
mewujudkan kejahatan
tertentu pada objek tertentu, yang pada umumnya dapat tercapai, tetapi dalam keadaan khusus tertentu objek tersebut menyebabkan
kejahatan tidak terjadi. Contoh : membobol
brankas yang kebetulan sedang tidak ada isinya.
2.
Percobaan tidak mampu
karena alatnya yang tidak sempurna dibedakan antara :
-
Alatnya yang tidak
sempurna Absolut, yaitu melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan, dengan
menggunakan alatnya yang tidak sempurna mutlak, maka kejahatan itu tidak terjadi, dan tidak
mungkin terjadi. Perbuatan ini
tidak dapat melahirkan tindak pidana. Syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
Pasal 53 ayat
(1) tidak mungkin ada dalam alat yang tidak sempurna mutlak. Contoh : menembak
orang dengan pistol yang tak berpeluru.
-
Alatnya yang tidak
sempurna Relatif, yaitu melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan
dengan menggunakan alat yang tidak sempurna relatif, artinya
kejahatan dapat terjadi dan dapat dipidana. Contoh : meracuni orang
dengan dosis kurang.
b. Kekurangan isi delik
Adalah suatu perbuatan yang diarahkan untuk
mewujudkan tindak pidana tetapi ternyata kekurangan atau tidak memenuhi salah
satu unsur tindak pidana yang dituju. Disini telah terjadi kesalahpahaman
terhadap salah satu unsur tindak pidana. Seseorang telah selesai melakukan
suatu perbuatan, akan tetapi tidak terjadi kejahatan. Kekurangan isi delik ini berada di
luar lapangan percobaan yang dapat dipidana.
c. Delik putatif
Pada delik putatif terjadi kesesatan hukum pada seseorang yang
melakukan perbuatan dalam usahanya untuk mewujudkan tindak pidana. Delik putatif bukanlah suatu tindak pidana dan juga bukan
percobaan, melainkan suatu kesalahpahaman bagi orang yang melakukan suatu
perbuatan yang dikiranya telah melakukan suatu tindak pidana, padahal
sebenarnya bukan.
d. Percobaan selesai
Adalah melakukan perbuatan yang ditujukan untuk
melakukan tindak pidana yang pelaksanaannya sudah begitu jauh-sama seperti
tindak pidana selesai, akan tetapi oleh sebab sesuatu hal tindak pidana itu
tidak terjadi. Dikatakan percobaan karena tindak pidana itu tidak terjadi, dan
dikatakan selesai karena pelaksanaan sesungguhnya sama dengan pelaksanaan yang
dapat menimbulkan tindak pidana selesai.
e. Percobaan tertunda
Adalah percobaan yang
perbuatan pelaksanannya terhenti pada saat mendekati selesainya kejahatan.
f. Percobaan yang
dikualifisir
Adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya merupakan
tindak pidana selesai yang lain daripada yang dituju.
PENUTUP
Simpulan :
Percobaan adalah suatu
kejahatan yang sudah dimulai, tetapi belum selesai atau belum sempurna yang
unsur-unsurnya terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. Unsur-unsur tersebut
adalah adanya niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri.
Ada beberapa perbuatan yang seolah -olah atau
mirip dengan percobaan, perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging (percobaan
tidak mampu), mangel am tatbestand (kekurangan isis delik), putatief delict
(delik putatif), delik manque (percobaan selesai), geseharste poging (percobaan
tertunda) dan gequalificeerde poging (percobaan yang dikualifisir).
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, Ed. 1-cet. 2, Jakarta; Rajawali
Pers, 2011.
Lamintang, P.A.F, Dasar-Dasar Hukum
Pidana Indonesia,
Jakarta ; Citra Aditya, 1997
Chazawi, Adami, Pelajaran
Hukum Pidana Bagian 3, Jakarta ; PT Raja
Grafindo, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar