Rabu, 25 Mei 2016

Makalah PERCOBAAN DI DALAM HUKUM PIDANA



DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................ ...1
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ...2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ...3 PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..4
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PERCOBAAN……………………………………………………..4
B.     UNSUR-UNSUR PERCOBAAN…………………………………………………...4
C.     PERBUATAN YANG MIRIP DENGAN PERCOBAAN…………………………6
PENUTUP/SIMPULAN…………………………………………………………………......7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………......8















PENDAHULUAN
Latar belakang
Suatu perbuatan biasanya merupakan sebuah proses, baik proses tersebut berlangsung dengan cepat maupun lambat. Demikian pula dengan perbuatan pidana atau tindak pidana dalam bentuk kejahatan. Di dalam proses tindak pidana yang merugikan seseorang terdapat suatu tahap yang sudah berbahaya meskipun proses itu belum selesai, dan tentu saja hukum tidak perlu menunggu sampai selesainya perbuatan yang merugikan seseorang tersebut. Di sinilah pentingnya diatur tentang lembaga percobaan di dalam hukum pidana[1]. Untuk lebih lanjut akan kita bahas lebih mendalam tentang “percobaan di dalam Hukum Pidana”.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian percobaan
Percobaan dalam bahasa Belanda disebut “Poging”, dari segi tata bahasa, istilah percobaan adalah usaha hendak berbuat atau melakukan sesuatu dalam keadaan diuji. Sedangkan menurut doktrin, percobaan adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai, tetapi belum selesai atau belum sempurna.
Di dalam undang-undang/KUHP tidak dijumpai tentang definisi dari percobaan tersebut, undang-undang/KUHP hanya merumuskan tentang unsur-unsur untuk dapat dipidananya bagi orang yang melakukan percobaan.

B.     Unsur-unsur percobaan
Di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP,mengandung tiga unsur percobaan yaitu : “adanya niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri”.
1.      Adanya niat
Niat dalam bahasa Belanda disebut “voornemen” yang menurut doktrin tidak lain adalah kehendak untuk melakukan kejahatan, atau lebih tepatnya disebut “opzet” (kesengajaan)[2].
Kesengajaan meliputi semua ataupun dengan sadar kemungkinan, menurut tingkatannya kesengajaan terbagi menjadi tiga macam :
-          Kesengajaan sebagai tujuan.
-          Kesengajaan sebagai kesadaran akan tujuan.
-          Kesengajaan dengan kesadaran akan kemungkinan.
Para ahli hukum yang lain berpendapat bahwa niat adalah kesengajaan dalam semua bentuknya. Bagi Satochid bahwa dalam doktrin hukum dan yurisprudensi voornemen (niat) harus ditafsirkan sebagai kehendak, atau lebih tepat dengan opzet (kesengajaan). Dari apa yang dikatakan beliau maka dapat disimpulkan bahwa beliau menganut pandangan bahwa voornemen harus diartikan sebagai opzet. Dalam arti sempit, opzet adalah kesengajaan sebagai maksud adalah sesuai dengan arti voornemen dalam arti bahasa sehari-hari dan dalam arti luas adalah termasuk ketiga macam bentuk opzet.
Wirjono mendukung pendapat bahwa niat disini adalah termasuk juga kesengajaan sebagai kemungkinan. Menurut Hazewinkel Suringa niat ini adalah rencana untuk mengadakan perbutan tertentu dalam keadaan tertentu pula didalam pikiran. Dalam rencana itu selain mengandung apa yang dimaksud, juga mengandung gambaran tentang cara bagaimana akan dilaksanakannya dan tentang akibat-akibat tambahan yang tidak diingini tapi yang dapat diperkirakan akan terjadi pula.
2.      Adanya permulaan pelaksanaan
Niat saja belum cukup untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana tanpa adanya pelaksanaannya. Permulaan pelaksanaan dalam bahasa Belanda disebut “Begin van uitvoering”, permulaan pelaksanaan berarti telah terjadinya perbuatan tertentu dan ini mengarah kepada perbuatan yang disebut sebagai “Delik”[3].
Dalam unsur ini terdapat dua teori yaitu :
-          Teori subjektif, dasar teori ini adalah dari mentalitet (kehendak atau watak) si pembuat.
-          Teori objektif, dasar teori ini adalah dari strafbaarheid (dapat dihukumnya) percobaan dalam suatu perbuatan yang melanggar ketertiban hukum umum.

3.      Tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri
Di dalam hal ini MvT (Memorie van Toelichting) menyatakan bahwa maksud surat ketika itu adalah untuk memberikan jaminan kepada seorang yang dengan kehendak sendiri, dengan suka rela mengurungkan pelaksanaan kejahatan yang telah dimulai (vrijwillige terusted). Untuk ketika itu harus dicantumkan di dalam surat dakwaan dan harus dibuktikan oleh penuntut umum.
Pembuktian yang bersifat negative sangatlah sulit, sebab jaksa harus membuktikan bahwa tindak pelaku telah menghentikan perbuatannya tidak dengan sukarela, agar dapat menurutnya dan terdakwa dipatuhi pidana atas dasar percobaan melakukan kejahatan. Tetapi hal itu kemudian diperingan dengan putusan HR tahun 1924 yang menjadi yurisprudensi, yaitu bahwa :
       Barang siapa yang dengan sukarela mengundurkan diri tidak dapat dipidana.
Jadi apabila pengunduran diri itu tidak nyata, maka adanya unsure ketika itu dapat dibuktikan dari adanya suatu hal lain yang cukup memberikan petunjuk apa sebabnya delik tersebut tidak selesai. Jadi tidak harus membuktikan bahwa pengunduran diri itu tidak secara sukarela.
C.    Perbuatan yang mirip dengan Percobaan
Ada beberapa perbuatan yang mirip dengan percobaan, perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging (percobaan tidak mampu), mangel am tatbestand (kekurangan isi delik), putatief delict (delik putatif), delik manque (percobaan selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde poging (percobaan yang dikualifisir).
a.       Percobaan tidak mampu
Dikatakan tidak mampu atau tidak sempurna karena alat atau objek kejahatan tersebut tidak sempurna atau tidak mampu menyebabkan tindak pidana yang dituju tidak mungkin terwujud. Akan tetapi banyak ahli masih mendebatkan istilah percobaan tidak mampu ini.
Menurut doktrin hukum pidana, percobaan tidak mampu dibedakan antara :
1.      Percobaan tidak mampu karena objeknya yang tidak sempurna yang dibedakan antara :
-          Objek yang tidak sempurna Absolut, yaitu perbuatan untuk mewujudkan suatu kejahatan mengenai objek tertentu yang ternyata tidak sempurna, dan oleh karena itu maka kejahatan tidak terjadi dan tidak mungkin dapat terjadi. Contoh : membunuh mayat.
-          Objek yang tidak sempurna Relatif, yaitu melakukan perbuatan yang ditujukan untuk mewujudkan kejahatan tertentu pada objek tertentu, yang pada umumnya dapat tercapai, tetapi dalam keadaan khusus tertentu objek tersebut menyebabkan kejahatan tidak terjadi. Contoh : membobol brankas yang kebetulan sedang tidak ada isinya.

2.      Percobaan tidak mampu karena alatnya yang tidak sempurna dibedakan antara :
-          Alatnya yang tidak sempurna Absolut, yaitu melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan, dengan menggunakan alatnya yang tidak sempurna mutlak, maka kejahatan itu tidak terjadi, dan tidak mungkin terjadi. Perbuatan ini tidak dapat melahirkan tindak pidana. Syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) tidak mungkin ada dalam alat yang tidak sempurna mutlak. Contoh : menembak orang dengan pistol yang tak berpeluru.
-          Alatnya yang tidak sempurna Relatif, yaitu melakukan perbuatan dengan maksud mewujudkan kejahatan dengan menggunakan alat yang tidak sempurna relatif, artinya kejahatan dapat terjadi dan dapat dipidana. Contoh : meracuni orang dengan dosis kurang.

b.      Kekurangan isi delik
Adalah suatu perbuatan yang diarahkan untuk mewujudkan tindak pidana tetapi ternyata kekurangan atau tidak memenuhi salah satu unsur tindak pidana yang dituju. Disini telah terjadi kesalahpahaman terhadap salah satu unsur tindak pidana. Seseorang telah selesai melakukan suatu perbuatan, akan tetapi tidak terjadi kejahatan. Kekurangan isi delik ini berada di luar lapangan percobaan yang dapat dipidana.
c.       Delik putatif
Pada delik putatif  terjadi kesesatan hukum pada seseorang yang melakukan perbuatan dalam usahanya untuk mewujudkan tindak pidana. Delik putatif  bukanlah suatu tindak pidana dan juga bukan percobaan, melainkan suatu kesalahpahaman bagi orang yang melakukan suatu perbuatan yang dikiranya telah melakukan suatu tindak pidana, padahal sebenarnya bukan.
d.      Percobaan selesai
Adalah melakukan perbuatan yang ditujukan untuk melakukan tindak pidana yang pelaksanaannya sudah begitu jauh-sama seperti tindak pidana selesai, akan tetapi oleh sebab sesuatu hal tindak pidana itu tidak terjadi. Dikatakan percobaan karena tindak pidana itu tidak terjadi, dan dikatakan selesai karena pelaksanaan sesungguhnya sama dengan pelaksanaan yang dapat menimbulkan tindak pidana selesai.
e.       Percobaan tertunda
Adalah percobaan yang perbuatan pelaksanannya terhenti pada saat mendekati selesainya kejahatan.
f.       Percobaan yang dikualifisir
Adalah percobaan yang perbuatan pelaksanaannya merupakan tindak pidana selesai yang lain daripada yang dituju.




PENUTUP
Simpulan :
Percobaan adalah suatu kejahatan yang sudah dimulai, tetapi belum selesai atau belum sempurna yang unsur-unsurnya terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. Unsur-unsur tersebut adalah adanya niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata karena kehendak sendiri.
Ada beberapa perbuatan yang seolah -olah atau mirip dengan percobaan, perbuatan tersebut adalah ondeugdelijke poging (percobaan tidak mampu), mangel am tatbestand (kekurangan isis delik), putatief delict (delik putatif), delik manque (percobaan selesai), geseharste poging (percobaan tertunda) dan gequalificeerde poging (percobaan yang dikualifisir).

















DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, Ed. 1-cet. 2, Jakarta; Rajawali Pers, 2011.
Lamintang, P.A.F, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta ; Citra Aditya, 1997
Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3, Jakarta ; PT Raja Grafindo, 2002



[1] . Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Ed. 1-cet. 2, Jakarta; Rajawali Pers, 2011. Hlm 151
[2] . ibid. Hlm 154
[3] . Delik adalah perbuatan yang melanggar hukum dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dan pelakunya diancam dengan pidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar