HUKUM ADAT
Hukum Adat :
·
Hukum
kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
·
Hukum
Indonesia asli yang tidaktertulisdalamperaturanperundang-undangandan di
sana-sinimengandungunsur agama.
Hubungan Hukum Adat dan Hukum Agama :
1.
Reception
in Complexu. ( Van Der Bergh)
HukumAdatadalahHukum
Agama, tetapipadapelaksanaannyaseringterjadipenyimpangan-penyimpangan.
2.
Receptie
( ShovekHorgronje)
ApabilaHukumAdatdanHukum
Agama terjadipertentanganmaka yang diutamakanadalahHukumAdat.
3.
Reception
a Contrario (Hazairin)
ApabilaHukumAdatdanHukum
Agama terjadipertentangan yang diutamakanadalahHukum Agama.
Perbedaan Hukum Adat dengan Hukum Kebiasaan?
ü HukumKebiasaan: Hukum yang timbultidakselaluturun-temurundansanksinya
pun tidakselalumelekat
Adat menjadi Hukum Adat :
Ø Kebiasaan yang dilakukansecaraberulang-ulang
Ø Diyakiniolehmasyarakatbahwaperbuatantersebutharusdilakukan
Ø Ada sanksiapabilaperbuatantersebuttidakdilakukan
Wilayah Hukum Adat
1.
Aceh
2.
Tanah
Gayo, Alas danBatak,Nias.
3.
Minangkabau,
Mentawai
4.
Sumatera
Selatan, Bengkulu, Lampung, Palembang, Jambi, Enggano
5.
Daerah
Melayu
6.
Bangka
dan Belitung
7.
Kalimantan,
(Dayak, Kalbar, Kapuas Hulu, Kal.Tenggara, Mahakam Hulu, Pasir, Dayak Kenya,
DayakKlementen, DayakLandak, DayakTayan, DayakLawangan, dst).
8.
Minahasa
9.
Gorontalo
10.
Daerah
Toraja
11.
Sulsel
(Bugis, Bone, Goa, Laikang, Poure
,Mandar, Makasar, Salaiar, Muna).
12.
Kep.Ternate
13.
Maluku-Ambon
14.
Irian
15.
Kep.Timor
16.
Bali
& Lombok
17.
Bag.tengahJawa&JawaTimur,termasukmadura
18.
Daerah
kerajaan ,(Solo dan Yogyakarta), Jawa Barat (Parahiangan, Tanah Sunda, Jakarta,
Banten).
Sifat Dinamis dan Praktisnya Hukum Adat :
Ada sebagian orang beranggapan bahwa Hukum Adat itu adalah hukum
peninggalan masa lalu. Ia selalu berorientasi kemasa lampau dan kurang cocok untuk
kehidupan masa kini.Sekalipun hukum adat itu bersifat tradisional yang terikat
pada tradisi lama yang diwariskan nenek moyang, namun hukum adat bisa berubah
hanya saja Hukum adat selalu berorientasi kemasa lampau.
Hal tersebut tidaklah berarti kita
mempertahankan hukum adat secara sepenuhnya sebagaimana yang telah kita
ketahui dimasa lampau. Hal demikian mengandung banyak bahaya, sebagaimana
diungkapkan Soerjono Soekanto,”apabila hukum
adat dipertahankan seutuhnya, mungkin akan timbul kecenderungan yang kuat untuk
mempertahankan unsur tradisional dalam bentuk aslinya, tanpa memilih manakah
diantara unsur-unsur itu yang mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap
modernisasi. Hal itu mengakibatkan terjadinya politik untuk menjauhkan atau
menutup masyarakat tradisional dari dan terhadap modernisasi yang mungkin
datang dari masyarakat lain. Hukum adat selalu dalam proses berkembang terus
menerus, karena itu bentuk dan coraknya yang berlaku sekarang sudah jauh
berbeda dengan apa yg dilukiskan para ahli hukum adat dimasa lampau.
Hukum Adat dalam berbagai perundang-undangan:
UUD RI 1945 yang diamandemen, pasal 18 B ayat 2, negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI yg diatur dalam undang-undang.
UU No.5 thn 1960, UU.Pokok-pokok Agraria,pasal 2 ayat 4, hak
menguasai negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nas, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.
Pasal 3,dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat hukum adat sepanjang
menurut kenyataan masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nas dan negara yg berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak
boleh bertentangan dengan UU dan peraturan lain yg lebih tinggi
Pasal 5, Hukum Agraria yangberlaku
atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nas dan negara yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yg tercantum dalam
UU ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatunya dengan
mengindahkan unsur-unsur yg bersandar pada hukum agama.
Pasal 22 ayat 1Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 56,selama UU mengenai hak milik sebagaimana tersebut dalam pasal
50 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum
adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang
memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UU ini.
Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang kehakiman
Pasal 16 ayat 1,pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa,mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
Pasal 28 ayat 1,hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Undang-undang
no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan:
•
Pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah syah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
•
Pasal 37,bila perkawinan putus karena perceraian,harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing.
Hukum
kekerabatan
•
Hubungan anak dengan orang tua.
•
Dalam Struktur Patrilineal, anak adalah penerus dari keturunan
ayahnya, dalam Struktur Matrilineal , anak adalah penerus dari keturunan ibu,
dan dalam Struktur Parental/Bilateral, anak adalah penerus keturunan dari ayah
& ibu.
•
Anak sah,anak yang beribu, wanita yang melahirkannya, dan berayah,
pria suami ibunya.
•
Diwilayah lain terdapat rasa benci yang mendalam kepada ibu yg tidak
menikah beserta anaknya., mula-mula dikeluarkan dari persekutuan hak,dibunuh,
diserahkan kepada raja sebagai budak. Ada cara lain untuk melepaskan ibu &
anak dari nasib yang malang, yaitu; kawin paksa & kawin darurat.
•
Anak yang lahir di luar perkawinan, diejek dengan nama seperti,”astra”(Bali),
“haram jadah” (Jawa),”anak kampang” (Banjar)
Pengambilan/pengangkatan anak:
Ø Perkawinanambilanak, dalamtertib patrilineal,
laki-lakidiangkatsebagaianaksehinggamengikutimargakeluarga yangmengangkatnya. Yang
mengangkatnyasebagaianakadalahpihakkeluargaperampuan, dalamperkawinaninitidakperlujujur.
Ø Adopsi, anak
dilepaskan dari keluarga dan masuk dalam keluarga yang mengadopsinya, dan
dilaksanakan dengan upacara dengan
bantuan kepala persekutuan. Mula-mula dengan membakar seutas benang sampai
putus dipisahkan dari kerabatnya sendiri ,dengan pembayaran adat 1.000 kepeng
serta satu stel pakaian perempuan dilepaskan dari ibunya, kemudian diperas
dikaitkan pada kerabat yang mengangkatnya. Hadiah-hadiah diberikan kpd anak
tersebut, anak akrab dengan keluarga yg mengadopsi & dilapangan hukum waris
ia terputus dari kerabatnya semula. Sesudah suaminya meninggal, jandanya dapat
mengangkat anak atas nama almarhum.Adopsi anak tiri (anak kandung isteri) oleh
suaminya yang tidak punya anak. Seperti di Rejang, “mulang jurai”. Perbuatan ini
tidak dibenarkan sepanjang ayah sianak masih ada. Pada masyarakat dayak
maanyan, disebut,’ngukup anak”.
Ø Pengangkatan
anak perempuan menjadi penerus keluarga (sentana) di Bali.dengan demikian
peerempuan itu dapat menerima harta peninggalan pada saat matinya sang ayah dan
menggantikannya selaku kepala keluarga. Bila kel itu tdk punya anak laki-laki,
maka dapat mengadopsi anak laki-laki. Namun sebagai gantinya sang ayah dapat
mengangkat anak perempuannya menjadi sentana. Anak perempuan (daughter) yang
demikian tidak dapat melakukan perkawinan lain daripada perkawinan ambil anak
suaminya, yang disebut dengan,”sentana tarikan”.
Hukum
perkawinan:
•
Langkah perintis.
•
Melamar : Pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
•
Pertunangan.
Larangan kawin
•
Eksogami.
•
Larangan kawin dengan istri yang sudah bercerai dari sesama warga
clan.
•
Larangan kawin bagi gadis sebelum saudaranya yang tua terutama perempuan
kawin.
Pelansunganperkawinan:
•
Penyerahan hadiah-hadiah perkawinan tertentu.
•
Perarakan pengantin pria kerumah pengantin perempuan.
•
Pembayaran uang jujur.
•
Berkumpul sebagai suami-istri.
Bentuk2 perkawinan
- Dalam tertib patrilinial, si perempuan dilepaskan dari clannya dan berpindah ke clan suami, berikut anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
- Corak perkawinan Patrilinial, adalah Eksogami jujur.
Hukum harta
perkawinan:
- Harta sebelum kawin (harta pembujangan).
- Harta semasa perkawinan( harta bersama).
Hukum Waris
Adat
“ Meliputi aturan dan keputusan-keputusan yang bertalian dengan
proses peralihan harta kekayaan materiil dan nonmaterial seperti jabatan
kerajaan, dari generasi ke generasi”.
Harta kekayaan (harta warisan) ada yang bias terbagi dan ada yang
tidak bisa terbagi.
Terbagi, karena ada dalam sistem kewarisan individual.
Tidak Terbagi, karena ada dalam sistem kewarisan Mayora, yaitu yang
mendapatkan warisan hanya anak tertua
laki-laki. Dan sistem kewarisan Minora, yaitu yang mendapatkan warisan hanya anak bungsu laki-laki ataupun
perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar