Rabu, 25 Mei 2016

Resume Hukum Adat



HUKUM ADAT
Hukum Adat :
·                     Hukum kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
·                     Hukum Indonesia asli yang tidaktertulisdalamperaturanperundang-undangandan di sana-sinimengandungunsur agama.
Hubungan Hukum Adat dan Hukum Agama :
1.      Reception in Complexu. ( Van Der Bergh)
HukumAdatadalahHukum Agama, tetapipadapelaksanaannyaseringterjadipenyimpangan-penyimpangan.
2.      Receptie ( ShovekHorgronje)
ApabilaHukumAdatdanHukum Agama terjadipertentanganmaka yang diutamakanadalahHukumAdat.
3.      Reception a Contrario (Hazairin)
ApabilaHukumAdatdanHukum Agama terjadipertentangan yang diutamakanadalahHukum Agama.
Perbedaan Hukum Adat dengan Hukum Kebiasaan?
ü    HukumAdat : Hukum yang timbulsecaraturun-temurundanapabiladilanggarmendapatsanksi
ü    HukumKebiasaan: Hukum yang timbultidakselaluturun-temurundansanksinya pun tidakselalumelekat
Adat menjadi Hukum Adat :
Ø    Kebiasaan yang dilakukansecaraberulang-ulang
Ø    Diyakiniolehmasyarakatbahwaperbuatantersebutharusdilakukan
Ø    Ada sanksiapabilaperbuatantersebuttidakdilakukan
Wilayah Hukum Adat
1.      Aceh
2.      Tanah Gayo, Alas danBatak,Nias.
3.      Minangkabau, Mentawai
4.      Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Palembang, Jambi, Enggano
5.      Daerah Melayu
6.      Bangka dan Belitung
7.      Kalimantan, (Dayak, Kalbar, Kapuas Hulu, Kal.Tenggara, Mahakam Hulu, Pasir, Dayak Kenya, DayakKlementen, DayakLandak, DayakTayan, DayakLawangan, dst).
8.      Minahasa
9.      Gorontalo
10.  Daerah Toraja
11.  Sulsel (Bugis, Bone, Goa, Laikang,  Poure ,Mandar, Makasar, Salaiar, Muna).
12.  Kep.Ternate
13.  Maluku-Ambon
14.  Irian
15.  Kep.Timor
16.  Bali & Lombok
17.  Bag.tengahJawa&JawaTimur,termasukmadura
18.  Daerah kerajaan ,(Solo dan Yogyakarta), Jawa Barat (Parahiangan, Tanah Sunda, Jakarta, Banten).
Sifat Dinamis dan Praktisnya Hukum Adat :
Ada sebagian orang beranggapan bahwa Hukum Adat itu adalah hukum peninggalan masa lalu. Ia selalu berorientasi kemasa lampau dan kurang cocok untuk kehidupan masa kini.Sekalipun hukum adat itu bersifat tradisional yang terikat pada tradisi lama yang diwariskan nenek moyang, namun hukum adat bisa berubah hanya saja Hukum adat selalu berorientasi kemasa lampau.
Hal tersebut tidaklah berarti kita  mempertahankan hukum adat secara sepenuhnya sebagaimana yang telah kita ketahui dimasa lampau. Hal demikian mengandung banyak bahaya, sebagaimana diungkapkan Soerjono Soekanto,”apabila  hukum adat dipertahankan seutuhnya, mungkin akan timbul kecenderungan yang kuat untuk mempertahankan unsur tradisional dalam bentuk aslinya, tanpa memilih manakah diantara unsur-unsur itu yang mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap modernisasi. Hal itu mengakibatkan terjadinya politik untuk menjauhkan atau menutup masyarakat tradisional dari dan terhadap modernisasi yang mungkin datang dari masyarakat lain. Hukum adat selalu dalam proses berkembang terus menerus, karena itu bentuk dan coraknya yang berlaku sekarang sudah jauh berbeda dengan apa yg dilukiskan para ahli hukum adat dimasa lampau.
Hukum Adat dalam berbagai perundang-undangan:
UUD RI 1945 yang diamandemen, pasal 18 B ayat 2, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yg diatur dalam undang-undang.
UU No.5 thn 1960, UU.Pokok-pokok Agraria,pasal 2 ayat 4, hak menguasai negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nas, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.
Pasal 3,dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nas dan negara yg berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan lain yg lebih tinggi
Pasal 5,  Hukum Agraria yangberlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nas dan negara  yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yg tercantum  dalam UU ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatunya dengan mengindahkan unsur-unsur yg bersandar pada hukum agama.
Pasal 22 ayat 1Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 56,selama UU mengenai hak milik sebagaimana tersebut dalam pasal 50 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UU ini.
Undang-undang No.4 tahun 2004 tentang kehakiman
Pasal 16 ayat 1,pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Pasal 28 ayat 1,hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan:
         Pasal 2 ayat 1, perkawinan adalah syah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
         Pasal 37,bila perkawinan putus karena perceraian,harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Hukum kekerabatan
         Hubungan anak dengan orang tua.
         Dalam Struktur Patrilineal, anak adalah penerus dari keturunan ayahnya, dalam Struktur Matrilineal , anak adalah penerus dari keturunan ibu, dan dalam Struktur Parental/Bilateral, anak adalah penerus keturunan dari ayah & ibu.
         Anak sah,anak yang beribu, wanita yang melahirkannya, dan berayah, pria suami ibunya.
         Diwilayah lain terdapat rasa benci yang mendalam kepada ibu yg tidak menikah beserta anaknya., mula-mula dikeluarkan dari persekutuan hak,dibunuh, diserahkan kepada raja sebagai budak. Ada cara lain untuk melepaskan ibu & anak dari nasib yang malang, yaitu; kawin paksa & kawin darurat.
         Anak yang lahir di luar perkawinan, diejek dengan nama seperti,”astra”(Bali), “haram jadah” (Jawa),”anak kampang” (Banjar)
Pengambilan/pengangkatan anak:
Ø  Perkawinanambilanak, dalamtertib patrilineal, laki-lakidiangkatsebagaianaksehinggamengikutimargakeluarga  yangmengangkatnya. Yang mengangkatnyasebagaianakadalahpihakkeluargaperampuan, dalamperkawinaninitidakperlujujur.
Ø  Adopsi, anak dilepaskan dari keluarga dan masuk dalam keluarga yang mengadopsinya, dan dilaksanakan dengan upacara  dengan bantuan kepala persekutuan. Mula-mula dengan membakar seutas benang sampai putus dipisahkan dari kerabatnya sendiri ,dengan pembayaran adat 1.000 kepeng serta satu stel pakaian perempuan dilepaskan dari ibunya, kemudian diperas dikaitkan pada kerabat yang mengangkatnya. Hadiah-hadiah diberikan kpd anak tersebut, anak akrab dengan keluarga yg mengadopsi & dilapangan hukum waris ia terputus dari kerabatnya semula. Sesudah suaminya meninggal, jandanya dapat mengangkat anak atas nama almarhum.Adopsi anak tiri (anak kandung isteri) oleh suaminya yang tidak punya anak. Seperti di Rejang, “mulang jurai”. Perbuatan ini tidak dibenarkan sepanjang ayah sianak masih ada. Pada masyarakat dayak maanyan, disebut,’ngukup anak”.
Ø  Pengangkatan anak perempuan menjadi penerus keluarga (sentana) di Bali.dengan demikian peerempuan itu dapat menerima harta peninggalan pada saat matinya sang ayah dan menggantikannya selaku kepala keluarga. Bila kel itu tdk punya anak laki-laki, maka dapat mengadopsi anak laki-laki. Namun sebagai gantinya sang ayah dapat mengangkat anak perempuannya menjadi sentana. Anak perempuan (daughter) yang demikian tidak dapat melakukan perkawinan lain daripada perkawinan ambil anak suaminya, yang disebut dengan,”sentana tarikan”.
Hukum perkawinan:
          Langkah perintis.
          Melamar : Pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
          Pertunangan.
Larangan kawin
         Eksogami.
         Larangan kawin dengan istri yang sudah bercerai dari sesama warga clan.
         Larangan kawin bagi gadis sebelum saudaranya yang tua terutama perempuan kawin.
Pelansunganperkawinan:
         Penyerahan hadiah-hadiah perkawinan tertentu.
         Perarakan pengantin pria kerumah pengantin perempuan.
         Pembayaran uang jujur.
         Berkumpul sebagai suami-istri.
Bentuk2 perkawinan
  • Dalam tertib patrilinial, si perempuan dilepaskan dari clannya dan berpindah ke clan suami, berikut anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
  • Corak perkawinan Patrilinial, adalah Eksogami jujur.
Hukum harta perkawinan:
  • Harta sebelum kawin (harta pembujangan).
  • Harta semasa perkawinan( harta bersama).

Hukum Waris Adat
“ Meliputi aturan dan keputusan-keputusan yang bertalian dengan proses peralihan harta kekayaan materiil dan nonmaterial seperti jabatan kerajaan,  dari generasi ke generasi”.
Harta kekayaan (harta warisan) ada yang bias terbagi dan ada yang tidak bisa terbagi.
Terbagi, karena ada dalam sistem kewarisan individual.
Tidak Terbagi, karena ada dalam sistem kewarisan Mayora, yaitu yang mendapatkan warisan hanya  anak tertua laki-laki. Dan sistem kewarisan Minora, yaitu yang mendapatkan warisan  hanya anak bungsu laki-laki ataupun perempuan.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar