Rabu, 25 Mei 2016

Makalah Tafsir Falsafi



Nama : Muhammad Alpian Noor
Nim : 1101120067
Fak/Jur : Syariah / PMH

(Tafsir Falsafi)
# Sejarah Tentang Tafsir Falsafi
Pada saat ilmu-ilmu agama dan sain mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang kepada gerakan penerjemahan buku-buku yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Hal ini pula yang membawa Islam kepada pengenalan terhadap filsafat terutama dari buku-buku karangan Aristoteles dan Plato. Filsafat dianggap sebagai hal baru yang dapat mengeksplor pemikiran mereka dan oleh karena mereka sangat gandrung akan model pemikiran semacam ini, maka dari sinilah mengapa sebagian orang Islam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat atau yang disebut dengan tafsir falsafi.
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi dalam tafsir al-Mizan fi tafsir al-Qur’an adalah bagaimana para filosof membawa pikiran-pikiran filsafat dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Diantara tokohnya adalah Al-Farabi, Ibnu-Shina. Sedang Thaba’ Thaba’i sendiri memasukkan pembahasan filsafat sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau menolak teori filsafat yang bertentangan dengan al-Qur’an. Ia menggunakan pembahasan filsafat hanya pada sebagian ayat saja.
Menyikapi hal ini, ulama’ Islam terbagi kepada dua golongan sebagai berikut:
1.      Golongan pertama yang menolak filsafat, atau ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan filosof tersebut. Mereka tidak mau menerimanya, oleh karena mereka memahami diantaranya ada yang bertentangan dengan aqidah dan agama. Bangkitlah mereka yang menolak buku-buku itu dan menyerang faham-faham yang dikemukakan didalamnya, membatalkan argumen-argumennya, mengharamkannya untuk dibaca dan menjauhkannya dari kaum muslimin. Diantara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan filsafat adalah Hujjah al-Islam al- Imam Abu Hamid al-Ghazaly. Karena itu ia mengarang sebuah kitab al- Irsyad dan kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka. Begitu juga Fakhrur Rozi di dalam kitab tafsirnya beliau membeberkan ide-ide filsafat yang dipandang bertentangan dengan agama. Dan akhirnya dengan tegas ia menolak filsfat berdasar dalil yang beliau anggap memadai.
2.      Kelompok kedua, adalah kelompok yang menerima filsafat dan mengaguminya. Meskipun sebenarnya ada pertentangan yang nampak jelas anatara filsafat dan agama. Namun mereka berpendapat bahwa hal itu masih memungkinkan untuk dilakukan kompromi antara al-Qur’an dengan filsafat dengan menghilangkan pertentangan yang terjadi diantara keduanya. Dalam mengkompromikan kedua hal tersebut, dilakukan dengan dua cara , yaitu:
1.      Cara pertama, mereka melakukan ta’wil terhadap nash-nash al-Qur’an sesuai dengan pandangan filosof. Yakni mereka menundukkan nash-nash Al-Qur’an pada pandangan-pandangan filsafat. Sehingga keduanya nampak seiring sejalan.
2.      Cara kedua, adalah mereka menjelaskan nash-nash al-Qur’an dengan pandangan pandangan teori filsafat. Mereka menempatkan pandangan para filosof sebagai bagian primer yang mereka ikuti, dan menempatkan al-Qur’an sebagai bagian sekunder yang mengikuti filsafat. Yakni filsafat melampaui Al-Qur’an. Cara ini lebih berbahaya dari cara yang pertama.
Beberapa contoh penafsiran falsafi :
1.      Al-Farabi (257-339)
2.      Ikhwanushofa
3.      Ibnu Shina


# Tafsir Falsafi Dalam Pandangan ISLAM
A.    Al-Qur’an mengajak untuk berfilsafat
Arab, suatu tempat dimana Al-Qur’an diturunkan sebelum datangnya Islam tidak mengenal pemikiran filsafat. Malah mereka tidak mengenal kata-kata filsafat itu, karena filsafat bukanlah kata-kata arab sendiri, tetapi dari Yunani. Ilmu ini mereka kenal sesudah orang-orang Islam menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani kedalam bahasa Arab.
Doktor Jamil Saliba dalam bukunya Tarikh al-Falsafah al- ‘Arabiyah mengatakan bahwa Arab Jahiliah telah memiliki pengetahuan falak, ilmu alam, ilmu kedokteran experimental yang bercampur aduk dengan ilmu magik dan azimat, serta dongeng tentang jin dan syaitan, mereka pintar berpuisi dan prosa, dan syair-syair suhud yang mengandung unsur akhlak dan kejiwaan; tetapi semua ini tidak tersusun dalam satu aliran filsafat yang sempurna dan sistematis. Pemikiran filsafat belumlah mereka miliki kecuali setelah datangnya Islam.
Bangsa Arab yang cara berfikirnya sangat fanatik kepada leluhur mereka, maka Islam datang memerdekakan ratio (akal) mereka dari belenggu yang mengikatnya dan membebaskan dari pengaruh taklid yang memperbudaknya. Akal itu dipersilahkan untuk memberikan keputusan dengan ilmu dan kebenarannya sendiri, disamping harus tunduk hanya kepada Allah Yang Maha Esa semata dan patuh kepada peraturan syariat agama-Nya. Islam tidak merintangi dinamika akal, dan tidak membatasi kemajuan berfikirnya yang terus meningkat.
Dengan kemajuan berfikir itu, Qur’an mengajak dan mendorong untuk berfikir dan menyelidiki serta membahas segala hal yang wujud. Dengan demikian akal akan sampai kepada pembuktian adanya pencipta dan sekalian ciptaan-Nya. Dan ini adalah merupakan inti dari pembahasan pemikiran falsafi. Banyak kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong akal untuk berfikir falsafi, seperti Firman Allah Ta’ala :
Maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan (pikiran)” Al- Hasyr (59:2)
Ia pun telah berfirman ;
Bahwasannya dalam kejadian langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Dan, banyak lagi ayat-ayat lain yang berhubungan dengan masalah-masalah Allah, alam, dan manusia maupun persoalan-persoalan ratio, atau akal dan etika, masalah-masalah yang merupakan tema dasar dari pengkajian filosof-filosof dari masa ke masa sepanjang sejarah pemikiran filsafat. Maka pengkajian yang mendalam antara orang-orang Islam tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan Allah, Alam dan manusia, membawa mereka kepada mendalami masalah filsafat, dalam artian dengan datangnya Islam maka al-Qur’an meletakkan fundasi dasar untruk berfikir falsafi bagi orang-orang Arab khususnya dan bagi orang-orang Islam umumnya.
Ayat-ayat mutasyabihat baik dulu hingga kini dan untuk selamanya merupakan pendorong untuk berfikir dan mengajak manusia menggunakan akalnya, atau dengan kata lain membantu manusia dalam meniti jalan filosofis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar